ODISEI - BUKU KELIMA KEMBALI KE ITHACA Ditulis oleh MARY POPE OSBORNE Digambar oleh TROY HOWELL Teks Copyright © 2004 by Mary Pope Osborne Artwork Copyright © 2004 by Troy Howell Diterjemahkan dari Return to Ithaca, karangan Mary Pope Osborne, terbitan Hyperion, New York: 2004 Hak terjemahan Indonesia pada Serambi Dilarang mereproduksi atau memperbanyak seluruh maupun sebagian dari buku ini dalam bentuk atau cara apa pun tanpa izin tertulis dari penerbit Penerjemah: Santi Paramitta Penyunting: Ferry Halim Pewajah Isi: Fadly PT SERAMBI ILMU SEMESTA Anggota IKAPI Jln. Kemang Timur Raya No. 16, Jakarta 12730 www.serambi.co.id; info@serambi.co.id Cetakan I: Oktober 2006 M ISBN: 979-1112-04-5 Dicetak oleh Percetakan PT. Ikrar Mandiriabadi, Jakarta Isi diluar tanggung jawab percetakan Untuk Chip Huges PENGANTAR Pada zaman dahulu kala, ada sebuah dunia misterius yang dikenal dengan nama Gunung Olimpus. Dunia yang tersembunyi di belakang sekumpulan awan tebal ini tak pernah tertiup angin ataupun terguyur hujan. Para penghuni Gunung Olimpus tidak pernah menjadi tua ataupun mati. Mereka bukan manusia. Mereka adalah para dewa dan dewi Yunani yang perkasa. Para dewa dan dewi Olimpus memiliki pengaruh besar atas kehidupan umat manusia di dunia. Pada suatu ketika, kemarahan para dewa dan dewi ini menyebabkan seorang pria bernama Odiseus harus berkelana di lautan selama bertahun-tahun hanya untuk menemukan jalan pulang. Tiga ribu tahun yang lalu, untuk pertama kalinya, seorang penyair Yunani bernama Homer menceritakan kisah perjalanan Odiseus. Sejak saat itu, para pendongeng lain turut menceritakan kembali kisah perjalanan yang ajaib dan mengesankan tersebut. Kisah perjalanan tersebut dikenal sebagai Odisei. SATU PERPISAHAN DAN KESEDIHAN Di bawah sebatang pohon zaitun di pantai yang terasing, terbaring Odiseus, sang raja Ithaca yang tengah tersesat. Beberapa minggu sebelumnya, Odiseus telah berjuang menyelamatkan nyawa dari badai yang maha dahsyat. Ia menjalani hari-harinya tanpa makanan dan minuman. Ia berhasil menyelamatkan diri dari kematian berkat bantuan seorang dewi laut. Dan sekarang, hanya dengan diselimuti dedaunan, ia terlelap kelelahan. Selama dua puluh tahun sejak meninggalkan medan tempur di Troya, Odiseus telah berkali-kali mencoba kembali ke Ithaca, tanah kelahirannya yang tercinta. Pada saat itu ia harus berhadapan dengan badai dan bertempur melawan berbagai monster. Ia telah kehilangan armada kapal beserta seluruh awak kapalnya. Odiseus sangat berharap bisa segera kembali ke tanah kelahirannya dan berkumpul kembali dengan istrinya, Penelope dan putra mereka, Telemakus. Meskipun ia tidak melihat wajah mereka selama dua puluh tahun terakhir, mereka selalu berada dalam hati dan pikirannya. Namun, pada saat ini, saat terbaring di pantai yang terpencil, tampaknya mustahil bagi Odiseus untuk kembali pulang. Sementara Odiseus tertidur di pantai, nun jauh di sana, Penelope terlelap di kamarnya. Ia merasa letih karena terlalu lama menangis. Selama bertahun-tahun, pria-pria kejam telah menyerbu kediaman suaminya dan menuntutnya untuk menikahi salah seorang dari mereka. Penelope dengan teguh selalu menolak. Sekarang, para pelamar tengah berencana untuk membunuh putranya pada saat sang anak kembali dari perjalanan mencari sang ayah. Saat mendengar berita itu, Penelope jatuh pingsan. Ia hampir tak sanggup bertahan atas kepergian suaminya. Ia pasti akan mati jika harus kehilangan putranya juga. Di tempat yang jauh dari Ithaca, putra Penelope, Telemakus, tengah terbaring di ruang tidur mewah di istana raja dan ratu Sparta. Ia melakukan perjalanan ke tempat itu untuk mencari berita tentang ayahnya, dan perjalanannya membuahkan hasil. Raja Menelaus telah mengatakan padanya bahwa kemungkinan besar, Odiseus ditahan di pulau kediaman Dewi Kalipso. Setelah mendengar berita ini, Telemakus terus-menerus bertanya pada dirinya sendiri. Haruskah ia bertolak ke Pulau Kalipso untuk mencari sang ayah? Atau haruskah ia kembali ke Ithaca dan membantu ibunya menghadapi para pelamar yang mencoba mengambil alih tempat ayahnya? Telemakus tidak sadar bahwa pada saat ini orang-orang jahat itu sedang menanti kesempatan untuk menyerangnya saat ia pulang nanti. Jauh di atas puncak Gunung Olimpus, Athena, sang dewi bermata kelabu, sedang menatap ke arah Odiseus, Penelope, dan Telemakus. Ia harus melakukan sesuatu untuk menyelamatkan ketiga orang itu, demikian pikirnya. Ia harus bertindak cepat. Maka, beberapa saat menjelang fajar, Athena meninggalkan dunianya yang terang nan sempurna di atas awan dan meluncur ke bawah, menuju dunia yang kecil dan penuh masalah. DUA SANG PUTRI Athena melaju cepat di atas daratan menuju daerah kekuasaan Raja Alcinous. Raja Alcinous adalah seorang pemimpin yang bijaksana dan dermawan. Kerajaannya diberkahi oleh para dewa. Kaum pria di kerajaan tersebut adalah para pelaut terbaik di seluruh dunia dan kaum wanitanya adalah penenun terbaik di seluruh penjuru dunia. Athena melewati ladang menghijau, kuil-kuil megah, dan rumah-rumah indah, sampai akhirnya tiba di istana sang raja dan ratu. Beberapa saat menjelang fajar menyingsing, ia menyelinap melalui pintu masuk, kemudian melewati aula menuju kamar tidur putri raja, Nausika. Sang dewi meluncur tanpa suara ke dalam kamar sang putri. Bagaikan embusan angin, ia melewati dua pelayan wanita yang tertidur di dekat pintu. Athena melayang-layang sejenak di atas tempat tidur sang putri. Kemudian dengan cepat ia berganti wujud menjadi salah seorang teman baik Nausika. Ia lalu berbicara kepada sang putri melalui mimpinya. "Nausika, kau benar-benar pemalas!" katanya. "Tidakkah kau tahu bahwa ada banyak pakaian kotor di istana yang harus dicuci? Bagaimana kau akan menemukan jodohmu bila kau tidak memiliki gaun yang bersih? Nanti saat fajar menyingsing, kau harus memuat seluruh kain linen terbaik ke atas kereta dan pergi ke kolam dekat pantai untuk mencuci pakaian-pakaian tersebut." Sang dewi bermata kelabu kemudian kembali menyelinap ke luar secepat dan setenang ketika ia datang. Ketika fajar menyingsing, Nausika terbangun dan teringat akan mimpinya yang aneh. Ia segera pergi ke kamar orangtuanya. "Ayah, aku harus pergi hari ini dan mencuci semua pakaian terbaik kita di tepi laut!" katanya. "Bila tidak memiliki pakaian bersih, bagaimana aku bisa menikah nanti?" Raja Alcinous tersenyum. Ia merasa kata-kata putrinya agak aneh, namun ia tak dapat menolak. "Kalau memang itu maumu, Nausika, lakukanlah," katanya. "Aku akan memerintahkan para pelayan untuk menyiapkan kereta dan keledai supaya kau dapat membawa semua pakaian kita ke tepi pantai." Para pelayan raja segera mempersiapkan kereta. Sang putri dan para pelayan memuat bertumpuk-tumpuk mantel, jubah, tunik, dan berbagai gaun kotor ke belakang kereta. Mereka juga membawa makan siang berupa roti, daging, kantong kulit kambing berisi anggur, dan sebotol minyak zaitun berwarna keemasan. Nausika naik ke atas kursi sais dan menghentakkan tali kekang. Keledai-keledai tersebut mulai bergerak maju dan kereta-yang membawa sang putri dan para pelayan ke tepi laut-berderak dengan suara berisik di atas jalan. Ketika sampai di tempat pencucian, para gadis melepaskan ikatan keledai-keledai mereka dan mengangkat muatan pakaian ke dekat pantai. Mereka kemudian menginjak-injak semua pakaian dan mencucinya dengan air laut hingga tak bernoda. Setelah itu, mereka menjemurnya di atas batu karang. Sambil menanti pakaian mereka kering dengan bantuan sinar matahari dan angin, sang putri dan para pelayan mandi di laut. Mereka kemudian menyantap roti dan daging perbekalan mereka. Setelah itu mereka melepaskan kerudung dan mulai bermain bola. Sang putri melemparkan bolanya tinggi ke atas. Salah seorang pelayan tak dapat menangkap bola tersebut dan bola itu meluncur ke dalam air. Gadis-gadis itu mengejarnya sambil tertawa dan berteriak gembira. Tak terlalu jauh dari tempat itu, seorang pria yang tengah kelelahan dan bersedih terbaring di bawah pohon zaitun dengan berselimutkan dedaunan. Saat mendengar suara gadis-gadis muda itu, ia membuka mata. Aku berada di mana? pikirnya. Siapa yang sedang berteriak dan tertawa itu? Suara mereka terdengar seperti peri-peri yang menghuni sungai dan pegunungan. Odiseus mematahkan sebatang dahan berdaun rimbun untuk menutupi tubuhnya yang telanjang. Kemudian, ia merayap ke luar dari bawah pohon menuju tempat terbuka yang terang-benderang. TIGA SI ORANG ASING Ketika melihat Odiseus, para pelayan tersebut menjerit dan segera berlarian. Namun, Putri Nausika tetap tenang, karena Dewi Athena telah meniupkan keberanian ke dalam hatinya. Para gadis lain menatap ke arah orang asing yang compang-camping itu. Tubuhnya penuh garam, lumpur, dan dedaunan. "Tuan putri yang cantik jelita, apakah kau seorang dewi atau manusia?" tanya Odiseus. "Siapa pun kau, kasihanilah aku karena aku orang yang sangat menderita. Aku terkatung-katung di lautan selama dua puluh hari sampai akhirnya ombak besar menghempaskanku ke pantai ini. Dapatkah kau memberiku pakaian untuk menutupi tubuh? Dapatkah kau mengatakan kepadaku di mana letak kotamu?" Sang putri mendekati Odiseus. "Wahai orang asing, aku yakin kau adalah orang baik-baik," kata putri Nausika. "Aku adalah Nausika, putri Raja Alcinous. Aku dan pelayanku akan membantumu." Nausika memanggil para pelayan dari tempat persembunyian mereka. Ia memerintahkan mereka untuk membawa pakaian bersih dan minyak zaitun untuk orang asing misterius itu. Odiseus membersihkan diri di sebuah sungai kecil. Kemudian, ia membubuhkan minyak zaitun ke kulitnya yang carut marut dan kering terbakar matahari. Setelah ia mengenakan tunik dan mantel pemberian sang putri, para pelayan membawakannya daging dan anggur. Setelah Odiseus selesai bersantap, Putri Nausika mengatakan apa yang harus dilakukan pria itu. "Kau dapat mengikuti kereta kami sampai ke tembok kota," kata sang putri. "Namun, begitu kita berada di dalam tembok kota, jangan ikuti kami lagi. Para penduduk kota kami adalah pelaut terbaik, namun mereka mudah curiga terhadap orang asing. Mereka mungkin berpikir kau seorang pengemis atau gelandangan yang berasal dari kapal asing. Mereka akan membicarakan hal-hal yang buruk tentang diriku karena telah membawamu masuk ke dalam kota ini." "Ke mana aku harus pergi?" tanya Odiseus. "Di dalam benteng kota terdapat sekumpulan pohon poplar keramat milik Dewi Athena. Tunggu di sana sampai aku punya cukup waktu untuk mencapai rumah," kata Nausika. "Kemudian, datanglah ke istana. Di dalam istana kau akan menemui kedua orangtuaku sedang duduk-duduk di depan perapian. Ibuku biasanya sedang menenun kain dari bulu domba berwarna biru tua. Berlututlah di depannya dan minta tolong padanya." Sang putri kemudian menghentakkan tali kekang keretanya dan keledai-keledai tersebut mulai bergerak ke arah kota. Odiseus mengikuti kereta tersebut melalui ladang, peternakan, dan pelabuhan yang dipenuhi kapal-kapal bagus. Ketika kereta tersebut tiba di gerbang kecil kota, Odiseus ikut masuk melalui gerbang. Kemudian, ia berhenti dan mengawasi kereta tersebut tanpa mengikutinya. Odiseus berjalan dengan cepat melalui pasar yang dipenuhi para penjual ikan, layar, dan dayung kapal. Ketika ia berjalan melalui kios-kios pasar, beberapa pedagang dan pembeli mengawasinya dengan curiga. Odiseus menyelinap dengan cepat melewati mereka dan menuju ke sekumpulan pohon poplar yang keramat. Ia bersembunyi di antara pepohonan dan menunggu sang putri tiba di istana. Sambil menunggu, Odiseus berdoa pada para dewa. "Dengarlah permohonanku, wahai dewa-dewa Olimpus! Kasihanilah aku," ia memohon. "Kabulkanlah permohonanku untuk dapat pergi ke istana dan meminta pertolongan pada raja dan ratu." Odiseus tetap bersembunyi di balik pepohonan hingga merasa yakin bahwa Putri Nausika telah sampai di istana. Kemudian, ia dengan hati-hati melangkah ke luar, menuju jalan raya kota. Pada saat Odiseus melangkah ke jalan, kabut yang aneh menutupi tubuhnya. Tak seorang pun memerhatikannya pada saat ia melangkah di jalan raya. Apakah Athena membuatku tak tampak? ia bertanya-tanya. Tiba-tiba seorang gadis kecil muncul di depan Odiseus. Gadis kecil itu menatap Odiseus dengan mata kelabu yang cemerlang. Odiseus bertanya-tanya apakah mungkin gadis kecil ini Athena yang sedang menyamar. "Dapatkah kau menunjukkan jalan ke istana raja?" Odiseus bertanya pada gadis itu. "Aku akan menunjukkan jalannya padamu," kata si gadis kecil. "Ikuti aku dan jangan bicara pada siapa pun." Odiseus mengikuti gadis itu di sepanjang jalan. Pada saat mereka telah mendekati istana, si gadis kecil hanya berkata, "Masuk dan carilah sang ratu." Kemudian, ia menghilang dan meninggalkan Odiseus seorang diri di pintu gerbang istana. Odiseus memasuki gerbang dan melewati kebun buah yang dipenuhi pohon-pohon berbuah ranum seperti buah ara, pir, dan apel. Ia melintasi kebun anggur yang subur dan taman bunga yang merekah. Saat memasuki aula istana, ia terpana karena takjub. Istana itu bersinar bagaikan diterangi sinar bulan dan matahari. Patung anak-anak berlapis emas dengan obor menyala menyinari ruangan tersebut. Dengan diterangi sinar obor, para pelayan bekerja di depan alat tenun mereka. Saat menenun kain linen yang indah, jari-jari tangan mereka bergerak cepat dan ringan bagaikan daun pohon cemara yang tertiup angin. Tampaknya, tak ada seorang pun yang memerhatikan Odiseus ketika ia berjalan memasuki istana. Tersembunyi di balik lindungan kabut Athena, ia menyelinap masuk ke aula utama. Ketika sedang mencari sang ratu, Odiseus melihat sekumpulan bangsawan duduk di depan perapian. Di dekat sang raja, seorang wanita tengah menenun. Odiseus bergerak cepat ke arah ibu Nausika. Saat berlutut di depan alat tenun, ia sadar bahwa kabut di sekelilingnya menguap-dan tiba-tiba ia terlihat lagi. Beberapa orang di ruangan tersebut berteriak kaget ketika melihat orang asing yang berpenampilan lusuh itu. Namun, Odiseus cepat-cepat berbicara dengan lembut pada sang ratu. "Dengan rendah hati, aku memohon belas kasihan Ratu!" katanya. "Aku datang dari seberang lautan. Bantulah aku pulang ke negeriku, kembali pada anak dan istriku." EMPAT PESTA Dengan perasaan terkejut, setiap orang di aula utama menatap ke arah Odiseus yang tengah berlutut di depan sang ratu. Akhirnya, seorang pria tua memecah kesunyian. "Kita harus menghormati adat kita," katanya. "Zeus yang perkasa mengatakan kepada kita untuk tidak pernah menolak orang asing yang meminta pertolongan. Berikanlah kursi untuk orang malang ini. Sajikanlah anggur dan makan malam untuknya." Raja Alcinous membantu Odiseus duduk di salah satu kursi yang ada. Seorang pelayan membawakan baskom untuk mencuci tangan Odiseus. Pelayan lain membawakan roti, anggur, dan daging. Sang raja dan ratu beserta seluruh tamu mengangkat gelas minuman dan bersulang. "Untuk Zeus, pelindung seluruh orang asing," kata sang raja. Kemudian, ia memandang Odiseus. "Mungkin kau adalah salah seorang dewa yang turun ke bumi untuk menguji keramahtamahan kami." Odiseus menggelengkan kepalanya. "Ku mohon, Tuan, jangan menganggap aku sebagai seorang dewa. Sesungguhnya, aku adalah orang paling sial. Seandainya saja baginda mengetahui penderitaan apa saja yang telah ku lalui." Sang raja tampak tersentuh mendengar kata-kata Odiseus yang rendah hati. Ia berpaling ke arah tamu lain. "Sekarang silakan kalian pulang. Besok kita akan mengadakan pesta untuk menjamu tamu kita ini." Setelah semua tamu pulang, yang tinggal hanya Odiseus, sang raja, dan ratu. Wanita itu berbicara dengan lembut kepada Odiseus. "Tampaknya kau tidak memakai pakaianmu sendiri," katanya. "Yang kau kenakan adalah pakaian yang dibawa putriku untuk dicuci pagi ini. Katamu kau datang dari seberang lautan. Sejujurnya, siapakah kau dan dari mana kau berasal?" Odiseus tidak ingin membuka jati dirinya yang sebenarnya. Maka ia mengatakan pada mereka bahwa ia meninggalkan Pulau Kalipso dan berhasil meloloskan diri dari badai yang mengerikan. Ia juga bercerita tentang kebaikan hati putri mereka. Setelah merasa puas dengan cerita Odiseus, sang ratu memerintahkan para pelayan untuk menyiapkan sebuah ruangan untuk Odiseus. Ia kemudian dibawa ke tempat tidur di mana ia kemudian berbaring di atas hamparan sehelai selimut lembut berwarna ungu. Begitu obor dipadamkan, Odiseus langsung terlelap. Keesokan paginya, para dayang istana mempersiapkan jamuan pesta. Mereka membakar domba, babi hutan, dan sapi. Seorang pembawa pesan dikirim untuk mengundang seorang penyanyi jalanan buta, yang terbaik di seluruh kerajaan. Ketika pelayan Raja Alcinous sibuk mempersiapkan pesta, Athena berjalan kian ke mari di jalanan kota. Dengan menyamar sebagai utusan raja, ia berteriak-teriak memanggil penduduk kota. "Wahai para bangsawan dan pangeran! Datang dan dengarlah cerita tentang orang asing yang sekarang berada di istana raja!" Banyak orang segera berkumpul di istana untuk menghadiri pesta perjamuan itu. Ketika Raja Alcinous membawa Odiseus ke hadapan rakyatnya, kerumunan orang itu terpana. Odiseus dapat melihat ekspresi keheranan pada wajah mereka. Meskipun ia masih merasa lelah karena siksaan yang ia alami di lautan, ia menduga bahwa Athena telah membuat penampilannya menjadi lebih baik, lebih tinggi serta kuat dan juga berwibawa. Saat pesta dimulai, si penyanyi buta duduk di dekat pilar sambil memeluk harpa dengan kedua tangannya. Tak lama kemudian semangat si penyanyi mulai timbul dan ia mulai bernyanyi tentang para pejuang terkenal yang gugur di medan perang. Ia bernyanyi tentang para pahlawan dalam Perang Troya, tentang keberanian Achilles, dan Raja Agamemnon. Sementara si penyanyi itu berdendang, Odiseus meratapi teman-temannya yang telah gugur. Ia menyembunyikan wajahnya di balik jubah supaya tak ada seorang pun melihat air matanya. Ia tidak ingin mereka tahu siapa dia sebenarnya. Namun kemudian, setelah berbagai perlombaan dan permainan, Odiseus kembali merasa gembira dan bersemangat. Ia memanggil si penyanyi. "Nyanyikanlah tentang kuda kayu yang telah membantu para pejuang Yunani memenangkan perang! Jika kau menceritakan kisah yang sebenarnya tentang jatuhnya Troya, akan ku ceritakan pada seluruh dunia tentang keahlianmu bernyanyi." Si penyanyi mulai bernyanyi tentang seorang raja Yunani yang bernama Odiseus. Ia menceritakan bagaimana Odiseus memerintahkan anak buahnya untuk membuat kuda kayu raksasa dan bagaimana ia menyembunyikan diri beserta anak buahnya yang gagah berani di dalam kuda itu. Sang penyanyi berdendang tentang bagaimana prajurit Troya membawa kuda itu masuk ke benteng kota, dan bagaimana para prajurit Yunani-yang dipimpin Odiseus- bergerak ke luar dari kuda kayu tersebut di tengah malam buta dan menyerang kota akhirnya dapat memenangkan pertempuran. Pada saat sang penyanyi buta berdendang, Odiseus kembali menangis. Kali ini ia tidak dapat menyembunyikan kesedihannya. Ia menangis tersedu-sedu. Raja Alcinous memerintahkan si penyanyi untuk menghentikan petikan harpanya. "Tamu kita telah menangis hingga dua kali hari ini setiap kali kau menyanyikan lagu tentang Perang Troya," katanya. "Aku rasa lagumu telah membangkitkan kenangannya." Kemudian, sang raja berpaling ke arah Odiseus. "Tuan, jangan lagi sembunyikan apa yang kau rasakan atau identitasmu yang sebenarnya," kata sang raja. "Katakan pada kami siapa namamu. Ceritakan tentang perjalananmu dan apa saja yang telah kau lihat. Apakah kau menyaksikan keruntuhan Troya? Apakah teman-temanmu musnah dalam pertempuran itu? Aku minta ceritakanlah seluruh kisahmu pada kami." LIMA PULANG KE ITHACA Odiseus berdiri dan menghadap ke arah kerumunan orang-orang tersebut. "Dari mana aku harus mulai?" katanya. "Ceritaku begitu panjang dan sedih. Pertama-tama aku akan mengatakan namaku. Aku adalah Odiseus. Rumahku berada di Ithaca, pulau yang indah dan terang benderang. Pulau itu merupakan dataran rendah dan perairan di sekitarnya terkadang ganas. Namun, tak ada tempat yang lebih indah selain rumah kita sendiri. Aku sudah tidak melihat pulau dan keluargaku selama dua puluh tahun, sejak aku berlayar untuk bertempur dalam Perang Troya .... " Odiseus kemudian menceritakan bagaimana prajurit Yunani berperang selama sepuluh tahun di Troya nun jauh di sana dan bagaimana armada mereka yang perkasa berlayar pulang setelah memenangkan perang. Ia juga bercerita tentang badai dahsyat yang menyimpangkan arah kapal mereka ke Negeri Suku Pemakan Teratai-kemudian ke gua monster Cyclops bermata satu yang mengerikan. Odiseus menceritakan pula kengerian yang ia rasakan pada saat melihat si raksasa bermata satu menyantap prajuritnya hidup-hidup-dan bagaimana ia memimpin anak buahnya melakukan pelarian yang berani dengan cara bersembunyi di bawah kawanan domba milik si raksasa. Odiseus juga bercerita tentang bagaimana Dewa Angin memberinya sekantong angin untuk membantu mempercepat perjalanan pulang. Dan bagaimana pada saat mendekati Ithaca, para anak buahnya mengabaikan perintahnya dan membuka kantong angin tersebut selagi ia tidur. Mereka melepaskan angin kencang yang akhirnya meniup kapal-kapal mereka kembali ke tengah lautan, jauh dari tanah kelahiran mereka. Odiseus menceritakan bagaimana raksasa pemakan manusia telah membunuh sebagian besar awak kapalnya dan menenggelamkan sebelas dari dua belas armada kapalnya. Ia menceritakan bagaimana ia dan awak kapalnya berlayar ke pulau milik Circe yang memikat, dan bagaimana penyihir cantik itu telah mengubah awak kapalnya menjadi babi. Ia menceritakan tentang perjalanannya ke Negeri Orang Mati yang berkabut. Di sana ia melihat arwah teman-temannya yang telah tiada, dan yang lebih menyedihkan lagi, arwah sang ibunda yang telah meninggal. Odiseus mengisahkan bagaimana kapalnya berlayar melalui Sirens-siluman wanita yang mirip burung-yang menggoda para pelaut untuk menceburkan diri ke laut ganas dengan nyanyian yang memesona. Ia menceritakan bagaimana kapalnya terpaksa harus melewati dua makhluk mengerikan-Scylla, monster seram berkepala enam dan Charybdis, sang penguasa pusaran air. Odiseus juga menceritakan bagaimana anak buahnya telah mengabaikan para dewa dengan menyembelih ternak milik Dewa Matahari dan bagaimana, karena penghinaan ini, para dewa telah mengirim badai untuk menenggelamkan sisa anak buahnya. Odiseus menggambarkan pula bagaimana ia berlayar seorang diri ke pulau milik Dewi Kalipso dan bagaimana sang dewi menahannya selama tujuh tahun. Ia menceritakan bagaimana ia meninggalkan pulau tersebut dan terkatung-katung di lautan selama dua puluh hari, siang dan malam, dengan bergantung pada rakit yang ia buat, hingga akhirnya ia berhasil sampai di pantai di mana Putri Nausika dan para pelayannya menemukannya. Di akhir cerita yang menakjubkan itu, Odiseus menghela napas penuh kesedihan. "Sekarang aku hanya ingin pulang kembali ke keluargaku," katanya. "Aku ingin pulang." Setiap orang yang hadir dan mendengarkan cerita Odiseus terdiam penuh perasaan takjub. Setelah agak lama, sang raja akhirnya bicara. "Selama bertahun-tahun, pria ini telah terpisah jauh dari pulau kelahirannya, dan sekarang ia berharap kita bisa membantunya pulang ke tanah kelahirannya. Besok pagi, lima puluh pelaut kita yang terbaik akan mempersiapkan sebuah kapal dan pada saat matahari terbenam, kita akan mengantar ia kembali ke tanah kelahirannya." Hari berikutnya, para pelayan Raja Alcinous mempersiapkan kapal besar yang bagus dengan dilengkapi pakaian-pakaian indah dan berbagai hadiah dari emas. Ketika matahari tenggelam, anak buah raja mengorbankan seekor sapi untuk Zeus, penguasa Gunung Olimpus yang perkasa. "Semoga para dewa selalu memberkati keluargamu atas segala kebaikan dan kemurahan hatimu," kata Odiseus pada sang raja. Para pelaut kemudian menggelar sehelai selimut di atas dek kapal untuk Odiseus. Mereka meminta Odiseus untuk berbaring di atas selimut itu dan beristirahat selama perjalanan. Odiseus berbaring dengan tenang dan menutup matanya. Para awak kapal mengambil posisi masing-masing. Mereka mengangkat jangkar dan mulai mendayung. Ketika kapal mulai berlayar di senja hari, Odiseus telah tertidur. Setelah bertempur selama bertahun-tahun dalam medan perang, melawan badai serta monster ganas, kini ia tidak perlu berjuang lagi. Kapal sang raja melaju bagaikan kuda jantan yang berlari. Bahkan burung elang pun tak dapat menandingi kecepatannya saat ia bergerak membelah ombak yang gelap. Beberapa saat menjelang pagi, kapal itu mendekati pelabuhan sebuah pulau. Dikelilingi oleh tebing-tebing curam, pelabuhan itu terbebas dari hembusan angin keras. Airnya pun mengalir tenang. Para awak kapal menjatuhkan jangkar dan melompat ke pantai. Odiseus tak terbangun sama sekali dari tidurnya. Para pelaut itu membungkus si pejuang yang tengah tertidur lelap dengan selimut dan perlahan-lahan mengangkatnya ke pantai. Mereka membaringkannya di sana, dalam keadaan tertidur pulas dan damai di bawah pohon zaitun yang rindang. Di dekatnya, mereka meletakkan hadiah berupa panci perunggu, piring emas, dan kain yang ditenun dengan indah. Kemudian, mereka kembali berlayar. Setelah dua puluh tahun yang panjang, akhirnya Odiseus tiba kembali di rumahnya, Ithaca. Edit by : zheraf.net http://www.zheraf.net ENAM PENGGEMBALA MISTERIUS Saat terbangun, Odiseus menemukan dirinya dikelilingi kabut. Di antara kabut, ia melihat sebuah jalan aneh yang berkelok-kelok dan tebing tinggi yang seram. Tak ada satu hal pun yang ia kenal. Saat melihat tumpukan hadiah dari sang raja di sampingnya, ia merasa putus asa. Mengapa Raja Alcinous memerintahkan anak buahnya untuk berlayar ke pulau ini? ia terheran-heran. Mengapa mereka meninggalkannya seorang diri di sini? Odiseus berjalan mondar-mandir dengan kesal. Ia marah pada sang raja karena telah mengirimnya ke pulau asing ini. Ketika melihat seorang gembala muda berjalan ke arahnya, ia segera berlari menuju pria itu. "Salam temanku!" teriak Odiseus dari balik kabut. "Tolong jangan takut padaku, tapi katakanlah yang sebenarnya-di manakah aku ini? Negeri apakah ini?" "Tuan, jika kau tidak tahu nama pulau ini, kau pasti orang asing," kata si penggembala. Tempat ini terkenal sampai ke seluruh penjuru bumi sejak dahulu kala. Tempat ini memang berbatu, tidak bagus untuk berkuda, namun gandum dan anggur dapat tumbuh. Tempat ini memiliki curah hujan tinggi sehingga persedian air selalu terjamin. Padang rumput menjadi subur untuk menggembalakan kambing dan ternak lainnya. Bahkan para pengelana dari tempat jauh seperti Troya pun mengenal tempat ini: Ithaca." Odiseus tidak percaya apa yang didengarnya. Tak mungkin aku tidak mengenal negeriku sendiri, pikirnya. Ia khawatir bahwa si gembala mencoba menipunya, maka ia segera mengarang cerita. "Ah, sudah ku duga," katanya. "Aku sendiri datang ke Ithaca untuk menghindari hukuman karena telah membunuh seorang pencuri yang mengambil hartaku pada saat Perang Troya." Ia menunjuk ke arah tumpukan hadiah yang berkilauan. Si penggembala tersenyum. Kemudian dalam sekejap mata, ia telah berubah menjadi seorang wanita jangkung mencolok dengan mata berwarna kelabu cemerlang. "Athena," bisik Odiseus. "Odiseus, kau memang seorang pengarang cerita yang hebat," kata Athena. "Namun, kau masih belum mengenalku, pengawal dan penjagamu. Aku datang untuk kembali menolongmu. Aku tidak ingin ada orang lain yang tahu tentang kedatanganmu, jadi aku menyelimutimu dengan kabut. Hal itu membuat keadaan sekeliling tampak asing bagimu. Namun, jangan takut; ini memang tanah kelahiranmu." "Dewi, bagaimana aku tahu bahwa kau berkata yang sebenarnya?" kata Odiseus. "Dari mana aku tahu bahwa aku benar-benar telah pulang ke rumah?" Athena menggerakkan tongkatnya. "Lihatlah ke sekelilingmu sekarang, Odiseus," katanya. "Kau akan melihat pohon zaitun dengan daun-daun yang panjang. Kau akan melihat gua-gua gelap di mana para peri menenun jaring-jaring berwarna lembayung. Kau akan melihat mata air yang tak pernah kering. Lihatlah-inilah Ithaca." Pada saat berkata demikian, sang dewi membuyarkan kabut yang mengelilingi mereka. Di tengah cuaca yang cerah, Odiseus dapat melihat segala sesuatu yang di gambarkan sang dewi. Dengan penuh kegembiraan, ia berlutut dan mencium tanah. "Ayo," kata Athena, "kita harus menyembunyikan harta ini di gua para peri. Kemudian, kita menyusun rencana." Odiseus bersama-sama dengan Athena menyembunyikan emas, perunggu, dan kain-kain tersebut di dalam gua. Kemudian, Athena menggulingkan sebuah batu untuk menutup jalan masuknya. Ketika batu besar itu telah menutupi pintu gua dan harta itu berada di tempat yang aman, Athena dan Odiseus duduk di tanah, di bawah pohon zaitun. Kemudian, Athena bercerita tentang para pelamar yang telah menduduki rumah Odiseus. "Selama bertahun-tahun, Penelope berjuang melawan orang-orang jahat itu," katanya. "Akhirnya, ia berjanji untuk menikahi salah seorang dari mereka, namun sebenarnya ia tidak memiliki niat seperti itu. Salah seorang pelayan bercerita tentang tipu daya yang dilakukannya dan sekarang para pelamar itu sangat marah. Waktu semakin sempit. Ia sangat berduka memikirkanmu, namun ia tak pernah kehilangan harapan." Odiseus berjuang keras menahan amarah terhadap orang-orang yang telah menyiksa istri tercintanya yang sangat setia. Tanpa ribut-ribut, ia minta bantuan sang dewi. "Katakan apa yang harus ku lakukan," katanya. "Berikan aku kekuatan. Dengan bantuanmu, aku dapat bertempur melawan tiga ratus orang sekaligus." "Kau akan menghajar mereka," kata Athena. "Namun, sekarang kau tidak boleh mengatakan pada siapa pun tentang jati dirimu. Bertahanlah terhadap apa pun yang kau dengar dan lihat sampai kau mendapat kesempatan untuk balas dendam." "Namun, apakah tidak mungkin salah seorang rakyatku akan mengenaliku?" tanya Odiseus. "Akan ku usahakan agar hal itu tidak terjadi," kata Athena. "Aku akan menya-markanmu sebagai seorang pria tua. Aku akan menghilangkan rambut di kepalamu, membuat kulitmu menjadi keriput, dan mengaburkan pandangan matamu." Aku akan memberimu pakaian compang-camping, seperti yang biasa dikenakan para pengemis." Sambil berkata demikian, Athena mengangkat tongkat dan menggerakkannya di atas Odiseus. Ia membuat kulit Odiseus yang kencang menjadi keriput. Ia membuat rambut Odiseus rontok, dan mengaburkan pandangannya. Ia menyampirkan sehelai mantel lusuh di bahu Odiseus dan memberinya tongkat serta tas usang. "Pergilah sekarang," kata sang dewi. "Pergilah ke pondok milik penggembala babimu. Ia sangat setia dan jujur. Tinggallah bersamanya sementara aku pergi mencari Telemakus. Aku akan membawanya pulang dari lautan. Ia sedang mencari tahu apakah kau masih hidup." "Oh dewi, mengapa kau biarkan putraku terkatung-katung dalam keputus-asaan mencariku?" tanya Odiseus. "Mengapa kau tidak mengatakan yang sebenarnya padanya?" "Jangan khawatir, aku selalu berada di sisinya selama ia melakukan perjalanan," kata Athena. "Dan meskipun orang-orang jahat itu berencana untuk membunuhnya, aku berjanji padamu- mereka sendirilah yang akan menemui ajal." TUJUH SANG PENGGEMBALA BABI Dengan bantuan tongkatnya, Odiseus berjalan pelan di atas jalan berbatu menjauhi lautan. Ia berjalan tertatih-tatih melalui hutan dan mendaki bukit menuju kediamannya. Akhirnya, Odiseus berhasil mencapai tempat tinggal si penggembala yang telah bertahun-tahun merawat ratusan babi miliknya. Orang tua itu sedang duduk di depan sebuah pondok batu di dekat kandang babi. Ia sedang membuat sepasang sandal kulit. Di dekatnya terbaring empat ekor anjing galak yang menjaga babi-babi tersebut. Ketika anjing-anjing itu melihat Odiseus, mereka berlari ke arahnya sambil menyeringai dan menggeram. Odiseus terjatuh ke tanah berikut tongkatnya. Si penggembala segera berlari mendekat. Ia mengusir keempat ekor anjing galak itu dengan batu sambil berteriak. "Kau beruntung, Pak Tua," kata penggembala itu pada Odiseus. "Sebentar lagi mereka pasti sudah membunuhmu. Bangunlah dan masuklah ke pondokku. Aku akan memberimu makanan dan anggur. Kemudian, kau dapat bercerita tentang dirimu dari mana kau datang, dan peristiwa sedih apa saja yang telah menimpamu." Sambil menjaga agar anjing-anjing itu tidak mendekat, si penggembala menuntun Odiseus ke dalam pondoknya yang sederhana. Ia meyiapkan tempat duduk dari dahan kayu yang lembut dan menutupinya dengan kulit kambing yang sudah dekil. Kemudian, ia mempersilakan Odiseus duduk. "Kau sungguh baik hati, Tuan," kata Odiseus. "Semoga Zeus yang perkasa memberkatimu karena keramahanmu. Semoga ia mengabulkan segala permohonanmu." "Aku hanya punya satu permohonan-semoga tuanku yang tercinta masih hidup," kata si penggembala. "Andai saja ia masih hidup, ia pasti akan memberiku hadiah karena telah menjaga babi-babinya. Ia mungkin akan memberiku rumah, seorang istri, dan sebidang tanah kecil. Namun, sayang, majikanku yang baik hati itu telah pergi selama dua puluh tahun. Ia meninggal jauh dari rumahnya, dalam perjalanan pulang dari Perang Troya. Badai telah menghancurkan armada kapal dan anak buahnya." "Dan apa yang terjadi pada keluarganya?" tanya Odiseus dengan suara lembut. "Ah, istrinya menunggu dengan sia-sia, sementara beberapa pria mencoba memaksanya untuk menikahi salah seorang dari mereka. Ibunda majikanku telah putus asa bertahun-tahun yang lalu dan meninggal karena sedih. Ayahnya sekarang juga berharap untuk mati secepatnya orang tua itu tidak lagi tinggal di istana, namun tidur seorang diri di kebun anggur. Sementara putra Odiseus anak yang malang itu berkelana ke belahan bumi lain untuk mencari ayahnya. Sungguh mengenaskan." Si penggembala yang setia itu menarik napas dalam-dalam, kemudian berdiri. Biarkan aku memberimu makan, Tuan," katanya. Pria itu menyiapkan makanan untuk Odiseus. Ia menghidangkan daging panas dengan taburan gandum. Ia memberi Odiseus anggur dalam gelas kayu. Pada saat mereka makan dan minum bersama-sama, si penggembala mengeluh soal para pelamar yang mengganggu Penelope. "Mereka membantai babi terbaik di peternakan ini," katanya. "Mereka menyembelih ternak dan merampok persediaan anggur milik tuanku. Dan yang paling parah, mereka menyiksa istri tuanku siang dan malam. Mereka memaksanya untuk melupakan Odiseus dan menikahi salah seorang dari mereka. Namun, kesetiaan nyonyaku sungguh tiada tara. Ia menangisi suaminya yang hilang tetapi tak pernah putus harapan bahwa ia akan kembali." "Apakah para pelamar itu tidak menghiraukan apa yang diinginkannya?" tanya Odiseus. "Tentu saja tidak, orang-orang itu tidak akan pernah berhenti mengganggunya! Mereka sangat kejam dan tak kenal belas kasihan. Aku mendengar gosip bahwa mereka berencana membunuh putra Odiseus." Odiseus tidak berkata apa-apa. Namun, di dalam kepalanya, telah menggodok sebuah rencana balas dendam, dan bibit kematian untuk para pelamar itu telah disemai. Ketika Odiseus dan si penggembala itu selesai makan, badai mulai bertiup di luar. Angin kencang dan hujan memukul atap pondok kecil tersebut. Si penggembala babi memberi Odiseus anggur lagi dan memintanya untuk bercerita tentang dirinya. Odiseus berbohong. Ia mengatakan bahwa ia lahir di Kreta dan berkelana dari satu kota ke kota lain hingga akhirnya sampai di Ithaca. "Namun, aku harus mengatakan hal ini padamu," katanya. "Dalam perjalananku, aku bertemu seorang raja yang mengatakan bahwa Odiseus dari Ithaca masih hidup. Raja itu mengatakan bahwa Odiseus akan pulang kembali ke rumahnya di tengah malam, di kala bulan tak tampak. Ia mengatakan bahwa Odiseus mungkin akan pulang secara terang-terangan atau kembali secara diam-diam." Si penggembala menggeleng dengan sedih. "Jangan memberiku harapan, teman," katanya. "Dulu, para pengelana yang lain telah mampir di Ithaca dengan berbagai berita tentang Odiseus. Setiap kali, mereka menyiksa sang istri yang malang itu dengan cerita bohong mereka. Berkali-kali ia membayangkan akan segera bertemu dengan suaminya. Dulu pun aku percaya pada orang yang mengatakan bahwa majikanku akan kembali di musim panas atau musim gugur. Namun, Odiseus tidak kembali dan tak akan pernah kembali. Aku yakin bahwa ikan-ikan di laut telah menelannya dan tulang-tulangnya telah terkubur dalam pasir di tempat yang jauh." Saat hujan turun dan kegelapan menyelimuti pondok batu tersebut, si penggembala menyiapkan tempat tidur dari kulit domba untuk Odiseus. Ia menggelar mantel tebal untuk menyelimuti Odiseus. Kemudian, penggembala yang setia itu membungkus dirinya sendiri dengan kulit kambing dan meninggalkan pondok. Ia melangkah ke luar, ke arah kegelapan malam yang berangin kencang dan berbaring di bawah naungan sebongkah batu sambil menjaga babi-babi milik tuannya. DELAPAN KEMBALINYA SANG PUTRA Sementara Odiseus sedang merencanakan cara untuk kembali ke rumahnya di Ithaca, putranya, Telemakus sedang menjadi tamu di istana raja dan ratu Sparta. Selama berhari-hari, Telemakus berpikir keras tentang tindakan apa yang harus diambilnya. Suatu malam, ketika ia sedang berguling-guling dengan resah di tempat tidur, Dewi Athena muncul di kamarnya. Sebelum Telemakus sempat berbicara, Athena segera menasihatinya: "Jangan berkeliaran di sini lagi, Telemakus. Pulanglah segera dan lindungi rumahmu. Namun, hati-hati para pelamar ibumu berencana membunuhmu. Saat ini mereka sedang menunggu untuk menyerangmu di selat antara Pulau Ithaca dan Pulau Samos." "Apa yang harus ku lakukan?" tanya Telemakus. "Segeralah berlayar melalui jalur itu, jangan merapat ke pantai mana pun," kata Athena. "Para dewa akan mengirim angin untuk mempercepat laju kapalmu menuju ke pelabuhan yang aman. Saat merapat, utus awak kapalmu ke kota. Kemudian, kau sendiri pergilah ke tempat penggembala babi ayahmu. Utus ia ke tempat ibumu untuk mengabarkan bahwa kau telah pulang dengan selamat." Sebelum Telemakus sempat bertanya tentang hal lain, Athena telah menghilang dari kamar. Telemakus segera berpakaian dan lari ke kamar Raja Menelaus. "Tuanku, saya menyesal karena harus segera pamit. Saya harus segera pulang." Walau sedih atas kepergian putra Odiseus yang mendadak, sang raja memberinya izin dan memerintahkan para pelayan untuk menyiapkan kereta kuda untuknya. Pada saat Telemakus mengucapkan salam perpisahan kepada Raja Menelaus dan Ratu Helen, sebuah pemandangan yang aneh muncul di angkasa. Seekor elang terbang di atas mereka. Ia mencengkeram seekor angsa besar berwarna putih di cakarnya. Kaum wanita dan pria berhamburan di ladang. Mereka menunjuk ke arah pemandangan yang aneh tersebut sambil berteriak dengan takjub dan ngeri. "Pertanda buruk apa ini?" teriak salah seorang dari mereka. "Apa kira-kira artinya?" Ratu Helen menjawab dengan tenang. "Para dewa telah memberitahuku arti pertanda ini," katanya. "Sang elang melambangkan Odiseus dan angsa itu melambangkan rumahnya. Setelah berkelana bertahun-tahun, Odiseus akan kembali ke rumahnya di Ithaca dan membalaskan dendamnya." "Semoga para dewa mengabulkan hal itu," kata Telemakus. Setelah berkata demikian, putra Odiseus segera menghentakkan tali kekang kuda-kudanya dan memulai perjalanan pulang yang panjang. Kereta Telemakus melesat di dataran rendah Sparta, kemudian menuju pelabuhan Pylos. Di sana, Telemakus bertemu para awak kapal yang sedang menunggu kedatangannya. Ia segera naik ke kapal dan memerintahkan anak buahnya untuk berlayar. Athena mengirimkan angin barat yang lembut untuk membantu pelayaran mereka. Dalam perjalanan, Telemakus mengikuti nasihat Athena dengan cermat. Ia memerintahkan anak buahnya untuk tidak berlayar terlalu dekat ke pantai pada saat melewati selat di antara Pulau Ithaca dan Samos. Ketika kapal hitam tersebut melaju dengan aman menuju ke rumahnya, Telemakus teringat kata-kata Athena. "Saat mendarat, utus awak kapalmu ke kota. Kemudian, kau sendiri pergilah ke tempat penggembala babi ayahmu Tepat sebelum mereka mencapai pelabuhan Ithaca, Telemakus memerintahkan awak kapalnya untuk menurunkan layar dan mendayung ke daratan. Ketika kapal telah berlabuh, para awak kapal pergi ke pantai dan membuat api untuk memasak daging. Setelah semua awak kapal selesai bersantap, Telemakus berbicara kepada mereka. "Sekarang dayunglah ke pelabuhan kota tanpa diriku," katanya. "Aku harus melakukan perjalanan seorang diri dan mencari penggembala babi ayahku." Begitu para awak kapal berangkat dan kapal berlayar kembali, Telemakus mengikat tali sandalnya dan mengambil tombak perunggunya yang kuat. Dengan langkah cepat, ia menuju ke peternakan babi milik ayahnya. SEMBILAN BERKUMPUL KEMBALI Surya merekah di atas pondok si penggembala babi. Pria itu telah menyalakan perapian dan menyiapkan sarapan pagi untuk dirinya dan Odiseus. Ketika ia tengah menuangkan anggur untuk mereka berdua, anjing-anjing mulai menyalak di luar. "Anjing-anjingmu terdengar gembira mereka tidak menggeram maupun menyalak," kata Odiseus kepada si penggembala. "Mereka pasti sedang menyalami seseorang yang mereka kenal dan percayai." Sebelum Odiseus berkata lebih lanjut, seorang anak muda melangkah masuk ke dalam pondok. Si penggembala terlonjak dan menjatuhkan cawan anggurnya. Ia berlari ke arah anak muda itu dan dengan bercucuran air mata menciumnya. "Telemakus! Cahaya yang indah bagi mataku!" kata orang tua itu. Odiseus menatap ke arah wajah putranya yang tampan. Ia tak sanggup bergerak atau berbicara. Terakhir kali ia melihat putranya yang tercinta, Telemakus masih bayi. Sekarang ia telah tumbuh menjadi seorang anak muda dengan bahu lebar, dada bidang, rambut kemerahan, dan mata te- rang bercahaya. Ia tampak sangat mirip ayahnya. Telemakus tersenyum pada si penggembala. "Kau juga merupakan pemandangan yang menyegarkan mataku!" katanya. "Pertama-tama, katakan padaku tentang keadaan ibuku? Apa yang telah terjadi padanya sepeninggalku?" "Ada yang mengatakan padanya bahwa kau berada dalam bahaya besar," kata si penggembala. "Ia pasti sangat senang saat mendengar kau telah pulang dalam keadaan selamat. Ayo masuklah. Makan dan istirahatlah." Ketika Telemakus mendekati perapian, Odiseus berdiri pelan-pelan dan menawarkan tempat duduknya untuk sang putra. Telemakus menggelengkan kepala. "Tetaplah duduk, Pak Tua," katanya. "Aku akan duduk di tempat lain." Odiseus mengangguk dan kembali duduk. Dengan wajah separuh tersembunyi di balik kerudung mantelnya, ia terus menatap dengan takjub ke arah anak muda itu. Si penggembala melemparkan gelondongan kayu ke dalam perapian dan menggelar sehelai kulit domba di lantai untuk Telemakus. Kemudian ia menyiapkan daging sisa hidangan semalam dan sekeranjang roti. Ia juga menghidangkan anggur yang diberi madu dalam cawan kayu. Ketika ketiga orang itu telah selesai makan, Telemakus berbicara dengan lembut pada si penggembala. "Katakan, dari mana tamumu berasal?" ia bertanya. "Kapal apa dan awak kapal seperti apa yang telah membawanya ke mari?" "Ia datang dari Kreta dan telah menjelajahi seluruh penjuru dunia. Ku serahkan ia padamu sekarang. Berikan padanya keramahtamahan di rumah ayahmu." Telemakus menggeleng dengan sedih. "Bagaimana aku bisa menerima tamu di rumah kami? Tempat itu telah dikuasai oleh orang-orang yang ingin menikahi ibuku. Aku hanya dapat menawarkan hadiah padanya. Aku akan memberinya mantel, tunik, sepasang sandal indah, dan sebilah pedang serta mengantarnya ke mana pun ia hendak pergi. Namun, pada saat ini, aku akan menjamunya di sini, sementara kau segera menemui ibuku. Katakan padanya bahwa aku telah kembali dengan selamat." Penggembala itu mengangguk dan berdiri. "Bicaralah pada ibuku secara diam-diam," kata Telemakus. "Jangan sampai ada yang tahu bahwa aku ada di sini." "Aku mengerti," kata si penggembala. Kemudian, ia berpamitan dengan Telemakus serta Odiseus dan berangkat ke istana. Setelah si penggembala meninggalkan tempat itu, Odiseus melihat seorang wanita berkulit putih dan bertubuh tinggi muncul di pintu pondok. Telemakus tampak tidak menyadari keberadaannya, namun para anjing penjaga mendengking dan meringkuk ketakutan. Wanita tersebut memanggil Odiseus yang segera beranjak dari depan perapian dan melangkah ke luar. Ia mengikuti wanita itu ke sebuah dinding batu. Saat berhadapan dengan wanita itu di bawah sinar pagi, Odiseus mendapatkan bahwa wanita itu ternyata Dewi Athena. "Odiseus, sudah saatnya untuk mengatakan yang sebenarnya pada putramu," kata sang dewi. "Kemudian kalian berdua harus membuat rencana balas dendam terhadap para pelamar dan pergi ke kota bersama-sama. Aku akan mengikuti dari jarak dekat dan siap membantu bertempur." Athena menyentuh Odiseus dengan tongkatnya. Dalam sekejap, pakaian yang compang camping menghilang dan berubah menjadi tunik serta mantel yang indah. Ia tampak lebih muda dan jangkung. Kulit wajahnya berwarna coklat keemasan; pipinya tampak padat; rambut dan janggutnya berwarna gelap. Athena telah mengembalikan Odiseus ke kondisi fisiknya yang paling sempurna. Sebelum Odiseus dapat bicara, sang dewi telah menghilang di tengah sinar pagi. Odiseus kembali ke pondok. Ketika Telemakus melihatnya, ekspresi keheranan dan ketakutan terlukis di wajah anak muda itu. Ia hampir tak dapat bicara. "Hai orang asing kau telah berubah!" katanya terbata-bata. "Kau pastilah seorang dewa dari Gunung Olimpus! Tolong jangan lukai aku izinkan aku memberikan persembahan padamu." Odiseus bicara dengan perlahan-lahan. "Aku bukan seorang dewa, Telemakus," katanya. "Aku adalah orang yang telah membuatmu berkabung, orang yang telah membuatmu menderita dan terluka. Aku adalah ayahmu." Air mata yang telah lama ditahan Odiseus pun bercucuran membasahi wajah. Namun, Tele-makus menggeleng-gelengkan kepalanya. "Tidak, tak mungkin kau ayahku, kau adalah setan yang menyaru atau seorang dewa. Tadinya, kau hanya seorang pria tua dan sekarang kau menjadi muda." "Aku bukan seorang dewa," kata Odiseus, "namun aku telah diberkati oleh seorang dewi. Setelah dua puluh tahun mengembara dan tersiksa, Athena telah membawaku pulang ke Ithaca. Ia mengubahku menjadi orang tua, dan sekarang ia mengubahku menjadi muda kembali. Sangat mudah bagi para dewa untuk menjatuhkan manusia dan kemudian mengangkatnya kembali." Setelah mendengar kata-kata tersebut, Telemakus mulai menangis. Ia meraih dan memeluk ayahnya erat-erat. Mereka berdua menangis bersama-sama. Tangisan mereka begitu keras dan memilukan, bagaikan induk elang kehilangan anak. Setelah dua puluh tahun yang panjang, ayah dan anak akhirnya berkumpul kembali. SEPULUH RENCANA BALAS DENDAM Sambil duduk bersama di pondok si penggembala, Odiseus dan Telemakus saling bertanya. "Kapal apa yang membawamu ke mari, Ayah?" tanya Telemakus. "Di mana awak kapalmu?" Odiseus menceritakan bagaimana Raja Alcinous telah mengantarnya pulang dengan bantuan para pelaut terbaik di kerajaannya. "Aku tertidur sepanjang perjalanan," katanya. "Ketika terjaga, aku mendapati diriku berada di pantai sunyi dan dikelilingi harta dari emas dan perunggu. Dengan bantuan Dewi Athena, aku menyembunyikan semua harta itu di dalam gua para peri. Kemudian Athena menyuruhku ke mari untuk menemuimu. Ia berharap kita berdua menyusun rencana untuk melawan musuh-musuh kita." "Mungkin akan sulit bagi kita untuk menghadapi mereka semua," kata Telemakus. "Kita hanya berdua, dan jumlah mereka hampir mencapai seratus dua puluh orang." "Aku yakin Athena akan membantu kita," kata Odiseus. "Demikian juga ayahnya, Zeus. Jadi, menurutmu bukankah kita sudah cukup kuat?" "Dengan bantuan Zeus dan Athena, kita tentu akan dapat mengalahkan musuh-musuh kita," kata Telemakus. "Katakan apa yang harus ku lakukan." "Esok tengah hari, kau harus pulang ke rumah seorang diri," kata Odiseus. "Aku akan kembali menyamar sebagai pengemis dan pergi ke istana. Jangan melakukan apa-apa bila para pelamar itu menganiaya aku. Bahkan bila mereka menghina atau melemparkan sesuatu padaku. Jangan membelaku." "Kapan kita akan melawan mereka?" tanya Telemakus. "Saat Athena membisikiku bahwa saatnya telah tiba, aku akan menganggukkan kepala padamu. Kau harus mengambil seluruh tombak, pedang, dan perisai dari aula dan menyembunyikannya di ruang atas." "Apa yang harus ku katakan bila yang lain bertanya mengapa aku melakukan hal tersebut?" tanya Telemakus. "Katakan bahwa kau memindahkan senjata-senjata tersebut supaya tidak rusak oleh asap perapian. Sisakan senjata hanya untukmu dan aku-dua buah pedang, dua buah tombak, dan dua buah perisai dari kulit. Dan ingat, anakku, jangan katakan pada siapapun, bahkan juga pada si penggembala babi, atau salah seorang pelayan, ayahku, bahkan ibumu.... " Dengan berlalunya hari, Odiseus dan Telemakus membuat rencana selanjutnya. Meskipun telah kembali ke Ithaca, Odiseus tahu bahwa ia masih belum dapat beristirahat. Masih ada satu pertempuran besar yang harus dilaluinya, namun kali ini ia akan bertempur bersama putranya. TENTANG HOMER DAN ODISEI Pada zaman dahulu kala, orang Yunani Kuno percaya bahwa dunia dikuasai oleh para dewa dan dewi yang sakti. Oleh orang Yunani, cerita tentang para dewa dan dewi itu disebut mitos. Mungkin pada awalnya, mitos diceritakan untuk menjelaskan berbagai kejadian alam - seperti cuaca, gunung berapi, dan susunan bintang-bintang di langit. Mitos-mitos itu juga diceritakan ulang sebagai hiburan. Mitos Yunani pertama kali ditulis oleh seorang penyair buta bernama Homer. Homer hidup kurang lebih tiga ribu tahun yang lalu. Banyak orang percaya bahwa Homer adalah pengarang dua puisi kepahlawanan terkenal, Illiad dan Odisei. Illiad menceritakan tentang Perang Troya. Odisei menceritakan tentang kisah perjalanan panjang dari Odiseus, raja Ithaca. Cerita tersebut banyak berhubungan dengan petualangan Odiseus ketika ia berada dalam perjalanan pulang dari Perang Troya. Dalam menceritakan kisahnya, Homer sepertinya mengabungkan khayalannya sendiri dengan mitos-mitos Yunani yang secara lisan telah diwariskan dari generasi ke generasi. Sebagian kecil sejarah juga terdapat dalam kisah Homer karena terdapat bukti-bukti arkeologis yang menunjukkan bahwa kisah Perang Troya ditulis berdasarkan perang yang pernah terjadi lima ratus tahun sebelum Homer lahir. Selama berabad-abad, kisah Odisei dari Homer telah memengaruhi ke-susasteraan Barat. PARA DEWA DAN DEWI YUNANI KUNO Dewa yang paling sakti di antara seluruh dewa dan dewi Yunani adalah Zeus, Sang Dewa Petir. Dari puncak Gunung Olimpus yang berkabut, Zeus berkuasa atas semua dewa dan manusia. Para dewa dan dewi lainnya adalah sanak keluarga Zeus. Saudaranya, Poseidon adalah penguasa lautan, dan saudaranya yang lain, Hades adalah penguasa alam baka. Anak-anak Zeus - antara lain - adalah Dewa Apolo, Mars, Hermes, serta Dewi Afrodite, Athena, dan Artemis. Para dewa dan dewi dari Gunung Olimpus tidak melulu tinggal di puncak gunung. Mereka juga turun ke bumi untuk melibatkan diri dalam kehidupan sehari-hari umat manusia - seperti Odiseus. BEBERAPA DEWA DAN DEWI UTAMA -Zeus Dewa Petir, raja seluruh dewa -Poseidon Dewa Laut dan Sungai, saudara laki-laki Zeus -Hades Dewa Alam Baka, saudara laki-laki Zeus -Hera istri Zeus, ratu para dewa dan dewi -Hestia Dewi Perapian, saudara perempuan Zeus -Athena Dewi Kebijaksanaan, Dewi Perang, Seni dan Kerajinan Tangan; anak perempuan Zeus -Demeter Dewi Pangan dan Panen, ibu dari Persefone -Afrodite Dewi Asmara dan Kecantikan, anak perempuan Zeus -Artemis Dewi Para Pemburu, anak perempuan Zeus -Ares Dewa Perang, anak laki-laki Zeus -Apolo Dewa Matahari, Dewa Musik danPuisi -Hermes Dewa Pembawa Berita, anak laki-laki Zeus - ahli membuat tipuan -Hefaestus Dewa Pembuat Senjata, anak laki-laki Hera -Persefone istri Hades, ratu alam baka - anak perempuan Zeus -Dionisus Dewa Anggur dan Kegilaan CATATAN TENTANG ASAL-MUASAL CERITA Kisah Odisei asli ditulis dalam bahasa Yunani Kuno. Sampai saat ini, cerita Homer ini telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa hingga mencapai ribuan kopi. Penulis telah mempelajari sejumlah terjemahan dalam bahasa Inggris, termasuk yang ditulis oleh Alexander Pope, Samuel Butler, Andrew Lang, W.H.D. Rouse, Edith Hamilton, Robert Fitzgerald, Allen Mandelbaum, dan Robert Fagels. Odisei karangan Homer terdiri dari 24 buku. Jilid pertama dari seri ini diambil dari buku kesembilan dan kesepuluh. Cerita mengenai keikutsertaan Odiseus untuk berperang melawan Troya bersumber dari seorang penulis yang hidup pada abad kedua setelah Masehi. Nama penulis itu adalah Hyginus. Catatan tentang kuda Troya bersumber dari cerita karangan Virgil yang berjudul Aeneid. Catatan dari Apolodorus tentang jatuhnya Troya menyebutkan bahwa nama Athena terpahat di atas kuda kayu tersebut. SANG PENGARANG Mary Pope Osborne adalah pengarang buku serial paling laris yang berjudul Magic Tree House - Rumah Pohon Ajaib. Ia juga menulis sejumlah novel sejarah dan menceritakan kembali mitos-mitos serta cerita rakyat yang sudah sangat dikenal, termasuk di antaranya Kate and Beanstalk - Kate dan Pohon Kacang dan New York's Bravest - Yang Terberani dari New York. Ia tinggal bersama suaminya di New York dan Connecticut. Edit by : zheraf.net http://www.zheraf.net